Wagub NTB Hadiri Raperda Tentang Konversi PT. Bank NTB Menjadi PT. Bank NTB Syariah

 

Wagub NTB Hadiri Raperda Tentang Konversi PT. Bank NTB Menjadi PT. Bank NTB Syariah
Wagub Hj. Siti Rohmi Djalilah

Suaraselaparang.com, Mataram -- Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah menghadiri raperda tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 8 tahun 2018, tentang konversi PT. Bank NTB menjadi PT. Bank NTB Syariah di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB, pada Selasa (9/05).

Dalam sambutannya ia sampaikan bahwa itu di pandang penting adanya dalam rangka memperkuat kapabilitas dan daya saing industri perbankan di indonesia, termasuk PT Bank NTB Syariah sebagai bank pembangunan daerah.

"Sebagaimana dipahami, otoritas jasa keuangan (OJK) telah menerbitkan kebijakan untuk memperkuat permodalan dan mendorong konsolidasi perbankan melalui POJK nomor: 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum", jelas Ummi Rohmi.

Ketentuan tersebut juga mengatur terkait kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun paling lambat pada akhir tahun 2022 untuk bank umum dan pada akhir tahun 2024 untuk BPD. Penerbitan kebijakan tersebut juga hampir bersamaan dengan masuknya pandemi covid-19 di indonesia pada awal tahun 2020. 

Sesuai dengan data laporan publikasi BPD se indonesia, sampai dengan posisi tiwulan III 2022 masih terdapat 13 BPD yang belum memenuhi modal inti Rp 3 triliun, termasuk PT. Bank NTB Syariah.

Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi industri perbankan, khususnya dalam upaya pemenuhan ketentuan modal inti termasuk bagi bank pembangunan daerah PT. Bank NTB Syariah.

Karenanya, seluruh BPD harus memiliki strategi yang tepat untuk bisa mendorong pencapaian modal inti tersebut, salah satunya dengan pembentukan kelompok usaha inti, sebagaimana hasil penelitian bersama yang dilaksanakan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terkait dampak konsolidasi bank terhadap ketahanan perbankan indonesia, melalui pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB).

"Hal ini harus menjadi concern dan fokus strategi BPD ke depan, mengingat adanya sanksi yang akan timbul jika tidak memenuhi modal inti Rp. 3 triliun pada akhir tahun 2024, berupa penurunan kegiatan usaha menjadi Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sampai dengan melakukan likuidasi secara sukarela", ungkapnya.

Kehadiran raperda tentang perubahan atas peraturan daerah nomor 8 tahun 2018, tentang konversi PT. Bank NTB menjadi PT. Bank NTB Syariah ini menjadi sangat penting dan strategis, sebagai payung hukum PT. Bank NTB Syariah untuk membuka ruang kerjasama Bank NTB dengan bank lainnya, sebagai upaya membentuk KUB dan mendorong pemenuhan modal inti Rp. 3 triliun.

Hadirnya Raperda ini juga akan memudahkan PT. Bank NTB Syariah untuk selanjutnya dapat menjalin komunikasi dan penjajakan lebih lanjut dengan beberapa bank, sebagai calon perusahaan induk dalam skema Kelompok Usaha Bank (KUB).

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama