(Suaraselaparang.com), Lombok Timur, Penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) masih menjadi Pekerjaan Rumah Pemerintah Lombok Timur, di sisa masa jabatan Bupati Sukiman Azmy dan Wakil Bupati Rumaksi (Sukma) masih menyisakan 55 persen.
Seperti yang Tertuang dalam RPJMD, penanganan RTLH ditargetkan tersalur sebanyak 32 ribu unit, akan tetapi sampai dengan saat ini yang sudah ditangani hingga tahun 2022, baru mencapai 12.5 ribu unit.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Lombok Timur, Purnama Hadi, Jumat (31/3/2023).
"Artinya sudah 45 persen dari jumlah target, tahun 2023 ini, kita akan mengerjakan 500 unit RTLH yang telah diajukan pada tahun 2022 lalu,"ungkapnya.
Belum tercapainya penanganan RTLH dari target RPJMD bukan tanpa alasan, menurutnya ada beberapa kendala yang menjadi penghambat diantaranya wabah Covid - 19, yang menyebabkan Anggaran Daerah Lombok Timur saat itu terkuras untuk penanganan pandemi.
"Karena kita tahu masalah penanganan pandemi itu, kebetulan saya waktu itu di BPBD. Banyak terkuras dana daerah ini," jelasnya.
Dijelaskan Diab, untuk mencapai target tersebut, Perkim pada tahun 2023 ini mendapatkan dua sumber dana yakni dari Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan dari Penanganan Masalah Kemiskinan Ekstrim.
"Untuk Lombok Timur kita sudah mendapatkan tahap pertama sebanyam 290 unit yang sudah bisa kita terima," katanya.
Selain dari dua sumber dana tersebut, Perkim juga berharap ada perbantuan dari Pemerintah Provinsi, mengingat tahun 2022 Perkim Lombok Timur punya jatah Dana Alokasi Khusus 668 unit.
"Akan tetapi jumlah yang bisa kita realisasikan hanya 223 unit, ada 415 lagi dari dana DAK yang belum terealisasi, karena itu ada regulasi dari pusat terkait dana pendamping," jelasnya.
Padahal di tahun awal Perkim Lombok Timur diberikan dana untuk DAK perumahan sebesar Rp13,9 miliar untuk 668 unit dan didampingi dana shering APBD Rp3,5 miliar.
Sehingga indeks untuk satu rumah itu nominal sebanyak Rp25 juta, rinciannya adalah dari pusat Rp20 juta, dan dari Pemda Rp5 juta, hingga totalnya Rp25 juta.
Akan tetapi, ditengah perjalanan tahun anggaran 2022 ternyata tidak ada lagi rekonstruksi perbaikan rumah namun pembangunan baru, sehingga indeksnya naik dari Rp25 juta ke Rp35 juta, dan ini dibebankan kepada Pemda.
"Pemda diminta nambah Rp10 juta sementara APBD tentang anggaran sudah ditetapkan, tidak mungkin kita usulkan kembali," imbuhnya.
"Sehingga jatah yang seharusnya 668 itu yang bisa kita dampingi dengan dana shering hanya 223 unit, sisanya 415 yang belum terealisasi itu yang kita minta di pusat supaya tahun ini bisa terpenuhi," tutupnya.